SVB Kolaps Jadi “Berkah,” Rupiah Akhiri Pelemahan 5 Pekan!

Petugas menghitung uang  dolar di tempat penukaran uang Dolarindo, Melawai, Blok M, Jakarta, Senin, (7/11/ 2022)

Rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (17/3/2023). Dampak negatif dari kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat yang mulai mereda membuat rupiah perkasa.

Melansir data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 0,23% ke Rp 15.340/US$ di pasar spot. Dalam sepekan, rupiah tercatat menguat 0,68%, sekaligus mengakhiri pelemahan 5 pekan beruntun.

Meredanya efek negatif SVB tercermin dari bursa saham AS (Wall Street) yang menguat pada perdagangan Kamis waktu setempat.

Di sisi lain, dengan kolapsnya SVB dan dua bank lainnya, The Fed diprediksi tidak akan agresif lagi menaikkan suku bunga acuannya yang juga bisa menguntungkan bagi rupiah. Berdasarkan perangkat FedWatch miliki CME Group pelaku pasar melihat ada probabilitas sebesar 80% The Fed akan menaikkan suku bunga 25 basis poin pada pekan depan. Sementara 20% probabilitas sisanya melihat The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya.

Ekspektasi tersebut berbalik dengan cepat pasca kolapsnya SVB, sebelumnya pasar yakin The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin.

Selain itu kemungkinan Indonesia mengalami hal seperti SVB juga sangat kecil. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dari hasil stress test yang dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) krisis bank AS yang disebabkan bangkrutnya tiga bank itu tidak berdampak ke bank-bank Indonesia
“Sejak tahun lalu kita melakukan stress test, di BI setiap bulan tugas kami stress test untuk memastikan everything is ok,” ujar Perry saat konferensi pers seperti dikutip Jumat, (17/3/2023).

Adapun indikator-indikator yang membuatnya yakin perbankan domestik tak terdampak krisis bank di AS ialah, pertama, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan di Indonesia mencapai 25,88% pada Januari 2023.

Kemudian, dari sisi risiko kredit terkendali, tercermin dari Non Performing Loan (NPL) alias kredit macet yang masih rendah 2,59% secara bruto dan 0,76% secara neto pada Januari 2023.

Kedua, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 8,18% secara tahunan (year on year/yoy), ketiga, pembiayaan deposit tetap terdiversifikasi, dan keempat, kepemilikan US Treasury oleh perbankan di Tanah Air tidak banyak sehingga dampak guncangan di sana terbatas.

Namun, Perry menegaskan bahwa BI tetap waspada mengenai persepsi dari perkembangan guncangan di sektor perbankan ini. Salah satunya dengan mengelola persepsi para pelaku pasar keuangan dan ekonomi melalui stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*