Dua Pekan Ngegas, IHSG Akhirnya Turun Tipis

pembukaan bursa saham

 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghentikan penguatan dua pekan beruntun setelah melemah tipis 0,18% ke 6.792,76. Dalam empat hari perdagangan, IHSG masing-masing menguat dan melemah dua kali.

Meski melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 1,9 triliun, dan jika ditambah dengan pasar nego dan tunai nilainya bertambah menjadi Rp 2,5 triliun.

Pergerakan IHSG cenderung searah dengan bursa saham AS (Wall Street) yang juga melemah. Pelaku pasar menanti rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah yang dirilis Jumat kemarin.

Data tersebut merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneternya. Data yang dirilis Jumat kemarin menunjukkan pasar tenaga kerja masih kuat. Sepanjang Maret perekonomian AS dilaporkan mampu menyerap 236.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls), sejalan dengan ekspektasi analis.

Kemudian, tingkat pengangguran turun menjadi 3,5% dari sebelumnya 3,6%. Rata-rata upah per jam naik 4,2% year-on-year, tetapi menjadi yang terendah sejak Juni 2021.

Sebelumnya tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret. Purchasing Managers’ Index (PMI) dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi (di bawah 50) selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020.

Namun, dengan pasar tenaga kerja yang masih kuat dan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang sulit turun membuat pasar kembali memprediksi bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga pada Mei.

Dari dalam negeri, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi perhatian pekan ini setelah melakukan stock split.

Senior Investment Information Mirae Asset, Nafan Aji Gusta mengungkapkan saham BMRI masih cukup menjanjikan terutama untuk investasi jangka panjang. Secara teknikal target harga BMRI di kisaran Rp 5.500-5.800/ saham.

Artinya masih ada potensi kenaikan harga 10,47% yang membuat BMRI menjadi incaran. Dia juga mengatakan usaistock splitini, menjadi saat yang tepat untuk mengakumulasi saham BMRI.

“Likuiditas pasar finansial lebih memadai, dan membuat harga saham bank buku 4 dengan kapitalisasi besar seperti BMRI menarik untuk dicermati jangka panjang. Saham tersebut juga menjadi penopang IHSG dan menjadi salah satu yang paling kuat,” kata Nafan.

“Dari aksi korporasi (stock split) juga sangat diapresiasi pelaku pasar meningkatkan minat pelaku pasar untuk saham tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan secara fundamental, BMRI memiliki fundamental historis dan prospek yang baik, yang tidak jauh berbeda dengan 3 bank besar lainnya. Dalam 10 tahun terakhir aset Bank Mandiri tumbuh 12,1% per tahun dan pendapatan tumbuh 13,2% per tahun.

Secara valuasi pun, menurut Alfred, saham BMRI masih lebih murah dibandingkan yang lainnya. Tercatat PBV Bank Mandiri 2,1 kali di bawah BBCA (4,9 kali) dan BBRI (2,4 kali).

“Kami melihat pasca 2023 valuasi saham-saham perbankan Indonesia akan mengalami peningkatan terkhusus bank BUMN yang saat ini terpaut jauh gap rasio PBV dibandingkan BBCA. Target Harga saham Rp 6.590 atau merefleksikan nilai PBV 2023 sebesar 2,4 kali,” kata dia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*